Makalah Filsafat Ilmu Alat Pengembangan Ilmu
MAKALAH FILSAFAT ILMU
Alat Pengembangan Ilmu
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang Maha Mengetahui dan Maha
Bijaksana yang telha memberi petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya dan
hanya kepada-Nya lah kita berlindung. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurahan kepada Nabi Muhammad SAW yang membimbing umatnya dengan suri
tauladan yang baik.
Dan segala syukur kehadiran Allah SWT yang telah memerikan
anugerah, kesempatan dan pemikiran
kepada kami untuk dapat menyelesakan makalah ini. Makalah ini merupakan
pengetahuan tentang alat pengembangan ilmu. Semua materi telah terangkum dalam
makalah ini, agar pemahaman terhadap materi lebih mudah serta lebih singkat.
Sistematika makalah ini dimulai dari pengantar yang
merupakan apersepsi atas materi yang telah dan akan dibahas dalam makalah
tersebut. Selanjutnya membaca akan masuk dalam inti pembahasan dan diakhiri
dengan kesimpulan dari makalah ini. Diharapkan pembaca dapat memahami tentang
alat pengembangan ilmu berdasarkan materi yang kami sajikan. Kami selaku penyusun mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Daftar Isi
Kata Pengantar
Bab 1. Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
Bab II. Pembahasan
A. Alat Pengembangan Ilmu
B. Bahasa sebagai Sarana Pengembangan Ilmu
C. Matematika sebagai Sarana Pengembangan Ilmu
D. Logika sebagai Sarana Pengembangan Ilmu
E. Statistika sebagai Alat Pengembangan Ilmu
BAB III. Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang ingin tahu. Dengan rasa
keingintahuan mereka menyingkap misteri-misteri yang ada di dunia. Kemudian
hasil dari pencarian mereka dikumpulkan dan diajarkan kepada generasi penerus.
Hasil-hasil pencarian manusia saat
ini dikenal dengan ilmu pengetahuan. Setelah sedikit demi sedikit terkumpul,
maka hasil- hasil pencarian manusia diklasifikasi. Hasil klasifikasi ini
kemudian dinamakan cabang ilmu pengetahuan. Adanya cabang-cabang ini dapat
memudahkan manusia dalam mempelajari ilmu pengetahuan.
Dengan akalnya manusia mempelajari dan mengembangkan ilmu.
Perbedaan manusia dan hewan yang paling fundamental adalah pada akal. Hewan
tidak memiliki akal sedangkan manusia berakal. Hewan hanya menggunakan
instingnya dalam hidup. Andaikan hewan memiliki
akal mungkin mereka
tidak lagi berburu,
saat ini sudah
bertani, memiliki tempat tinggal yang layak, dan lain sebagainya.
Sedangkan karena manusia berakal maka ilmu pengetahuan dapat berkembang. Desain
tempat tinggal berkembang, alat transportasi makin memudahkan, ditemukan
alat-alat baru, dan seterusnya.
Manusia melalui proses yang panjang dalam mencari
mempelajari, dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Banyak ditemui hambatan dan
kendala pada awal pengembangan ilmu. Sebagai contoh, peradaban kuno Mesir yang
sangat maju telah berhasil mengembangkan ilmu dalam bidang arsitektur. Namun
ilmu itu hilang begitu saja saat
peradaban Mesir kuno hancur. Tidak ada yang dapat meneruskan kemajuan peradaban
tersebut meski sudah mempelajarinya melalui tinggalan-tinggalan Mesir kuno. Hal
ini disebabkan bahasa yang dipakai pada tinggalan-tinggalan Mesir kuno tidak dikenal oleh bangsa lain.
Di Yunani kuno saat matematika berkembang pesat, ilmu
pengetahuan lain mengikutinya. Sementara itu
di tempat lain dimana matematika tidak berkembang dengan baik maka ilmu pengetahuan
cenderung tidak berkembang. Dengan demikian maka matematika juga berpengaruh
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam mempelajari dan mengembangkan
ilmu pengetahuan, manusia menggunakan alat bantu atau sarana. Sarana-sarana ini
dikembangkan agar memudahkan manusia dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Dengan
sarana dimungkinkan perkembangan ilmu yang lebih cepat dan tepat.
Makalah ini akan membahas seputar sarana-sarana
pengembangan ilmu. Dengan memahami sarana-sarana pengembangan ilmu diharapkan
dapat memberi sumbangan pemikiran dalam upaya pengembangan ilmu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
maka rumusan masalah
dalam makalah ini adalah:
1.
Apa pengertian dari alat pengembangan ilmu?
2.
Apa peran
bahasa sebagai sarana pengembangan ilmu?
3.
Apa peran logika
sebagai sarana pengembangan ilmu?
4.
Apa peran matematika sebagai sarana pengembangan ilmu?
5.
Apa peran statistika sebagai sarana pengembangan ilmu?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah
maka tujuan penyusunan makalah ini adalah:
1.
Mengetahui jenis-jenis sarana
pengembangan ilmu.
2.
Mengetahui peran bahasa
sebagai sarana pengembangan ilmu.
3.
Mengetahui peran logika
sebagai sarana pengembangan ilmu.
4.
Mengetahui peran matematika sebagai sarana pengembangan ilmu.
5.
Mengetahui peran statistika sebagai sarana pengembangan ilmu.
D.
Manfaat
Menambah wawasan bagi mahasiswa khususnya
dalam materi alat pengembangan
ilmu.
BAB II PEMBAHASAN
Sebelum mengenal alat pengembangan ilmu ada baiknya
terlebih dahulu didefiniskan pengertian dari ilmu itu sendiri. Menurut The
Liang Gie (dalam Surajiyo, 2010: 59) ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan
yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional
empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan
sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia.
Selanjutnya menurut Sumarna (dalam A. Susanto, 2011: 77), ilmu dihasilkan dari
pengetahuan ilmiah yang berangkat
dari panduan proses berpikir deduktif dan induktif. Jadi proses berpikir inilah
yang membedakan antara ilmu dan pengetahuan. Pengetahuan merupakan buah dari
aktifitas berfikir. Pengetahuan perlu dikaji agar menjadi sebuah ilmu. Maka
dapat disimpulkan bahwa, dalam prosesnya agar pengetahuan dapat menjadi sebuah
ilmu maka diperlukan sebuah penelaahan untuk mencari penjelasan untuk
memperoleh pemahaman secara rasional empiris dengan metode dan proses berpikir
ilmiah.
Selain itu, ilmu memiliki beberapa ciri-ciri yang
membedakannya dengan pengetahuan. Nasution (5) memaparkan sifat ilmu yaitu: 1)
universal, berlaku umum lintas ruang dan waktu
yang ada di bumi, 2) communicable, yaitu
dapat dikomunikasikan sehingga memberikan pengetahuan yang baru kepada orang
lain, 3) progresif, adanya kemajuan dan perkembangan atau peningkatan
yang merupakan tuntutan modern
(Nasution, Ahmad Taufik, 2016: 5). Berdasarkan dari apa
yang disampaikan Nasution tersebut dapat diketahui jika ilmu senantiasa harus
berkembang karena tuntuan jaman.
Untuk mengembangkan ilmu dibutuhkan sebuah alat. Alat yang
baik memungkinkan manusia memperoleh pengetahuan baru melalui aktivitas
berpikir yang benar. Berpikir benar memerlukan sarana atau alat berpikir.
Sarana ini bersifat pasti, maka aktivitas
keilmuan tidak akan maksimal tanpa sarana berpikir ilmiah tersebut. Bagi seorang
ilmuwan penguasaan sarana berpikir merupakan suatu keharusan, karena tanpa
penguasaan sarana ilmiah tidak akan dapat
melaksanakan kegiatan ilmiah yang baik (Tim
Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2010: 97).
A. Alat Pengembangan Ilmu
Seorang ilmuwan harus menggunakan sarana berpikir ilmiah untuk
menghasilkan ilmu atau pengetahuan ilmiah. Tujuannya adalah untuk dapatnya
melakukan aktifitas telaah ilmiah sebaik-baikya. Sarana berpikir diperlukan untuk
melakukan
kegiatan ilmiah secara baik dan teratur. Sarana ilmiah pada dasarnya adalah
alat yang membantu kegiatan ilmiah (Jauhari, Imam., dkk. 2020: 129). Oleh karena
itu, sebelum mempelajari sarana berpikir ilmiah diperlukan pemahaman langkah- langkah dalam kegiatan ilmiah. Sejalan
dengan pendapat Jauhari, dkk., Surisumantri (2003:165) mengartikan sarana
ilmiah sebagai alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang
harus ditempuh.
Berdasarkan kedua pendapat yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan jika sarana berpikir
ilmiah berbeda dengan metode ilmiah.
Sarana ilmiah tidak mempelajari tentang ilmu tetapi
adalah kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Sarana ilmiah memiliki
metode sendiri dalam mendapatkan pengetahuan dimana berbeda
dengan metode ilmiah.
Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah yaitu agar dapat melakukan
penelaahan ilmiah dengan baik,
sedangkan tujuan mempelajari ilmu adalah untuk mendapatkan pengetahuan yang dapat digunakan untuk
memecahkan permasalahan sehari-hari (Jauhari, Imam., dkk. 129).
Sarana berpikir ilmiah adalah alat bagi metode ilmiah
sehingga dapat berfungsi dengan baik. Berpikir
ilmiah dalam kegiatan
kegiatan ilmiah tersebut
tentunya diarahkan pada pengembangan ilmu. Jauhari, Imam., dkk. (2020:
130) membagi sarana berpikir ilmiah berupa bahasa, logika, matematika, dan
statistika. Bahasa digunakan untuk
menyampaikan, membicarakan, dan berdiskusi tentang gagasan dan temuan- temuan
ilmu. Logika dipergunakan untuk memikirkan ilmu sehingga sampai kepada
penalaran yang logis. Penalaran
deduktif dalam ilmu menggunakan matekatika sedangkan penalaran deduktif menggunakan statistika. Pembahasan
terperinci mengenai sarana- sarana berpikir ilmiah akan dijelaskan lebih
lanjut.
B. Bahasa sebagai Sarana Pengembangan Ilmu
Salah satu perbedaan manusia dan hewan adalah pada aspek
bahasa. Hewan memiliki bahasa yang dapat mereka pahami dalam spesiesnya saja.
Selain itu bahasa hewan sangat sedikit dan hanya dipakai dalam keperluan yang
sangat mendesak. Misalnya pada salah satu jenis monyet mengeluarkan suara
tertentu untuk memberitahu kawanannya
akan kedatangan hewan lain dalam wilayahnya. Lalu mereka bersahut- sahutan
dengan bunyi yang mirip untuk menyebarkan berita itu.
Sedangkan manusia memiliki bahasa yang kompleks dan rumit.
Bahasa dalam kehidupan manusia memiliki
berbagai fungsi. Bahasa
umumnya dipergunakan manusia
untuk
berkomunikasi. Lebih dari itu bahasa juga dapat dipergunakan sebagai alat ekspresi dan media seni.
Setiap ras manusia memiliki bahasanya sendiri.
Bahasa-bahasa manusia memiliki keunikan dan ciri khas. Orang Jepang tidak dapat
mengucapkan huruf “L”. Orang-orang Eropa mengucapkan huruf “R” yang samar.
Sedangkan kebanyakan orang Asia mengucapkan huruf “R” dengan jelas. Tidak cukup
itu, bahkan dalam satu jenis bahasa terdapat beberapa dialek berbeda. Orang
Jawa Timur dan Jawa Tengah berbahasa jawa namun dialeknya berbeda dan terkadang
terdapat beberapa kosa kata yang berbeda arti.
Kemampuan berbahasa juga tergantung dari kelengkapan organ
tubuh yang dimiliki manusia. Organ
penting yang berperan dalam kemampuan berbahasa manusia antara lain mulut,
lidah, tenggorokan, dan telinga. Termasuk ke dalam mulut adalah gigi, bibir,
dan segala sesuatu di dalam mulut. Namun tidak hanya harus ada, organ-organ tersebut
juga harus berfungsi dengan baik. Tanpa adanya fungsi organ-organ itu maka
kemampuan berbahasa manusia akan terhambat. Namun begitu terdapat bahasa
tertentu yang dapat digunakan pada orang yang memiliki organ kurang sempurna.
Contohnya adalah bahasa isyarat untuk tuna rungu. Meskipun sangat terbatas
namun kehadiran bahasa khusus seperti ini akan lebih memudahkan hidup.
Kemampuan berbahasa seseorang akan menentukan baik tidaknya
ia mengkomunikasikan pengetahuaan dan ide-idenya. Seseorang mungkin memiliki
ide cemerlang dan pengetahuan yang mempuni. Ketika ia tidak mampu
mengkomunikasikannya maka ide itu akan terhenti pada satu orang dan tidak
mengalami perkembangan. Bahasa adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan yang juga
berfungsi mengembangkannya. Dengan bahasa, manusia mengkomunikasikan ilmu
pengetahuan. Dengan komunikasi itulah ilmu pengetahuan dapat berkembang dengan
baik. Sedangkan diskusi, tukar pendapat, dan berbagi pemikiran adalah beberapa
contoh kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan ilmu. Manusia
menggunakan bahasa untuk melakukannya. Maka tanpa
bahasa, mustahil ilmu pengetahuan dapat berkembang.
Inilah pentingnya bahasa jika ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan.
Ilmu yang berkembang dalam masyarakat dengan bahasa
tertentu kemungkinan besar dapat berkembang pada masyarakat lain dengan bahasa
yang berbeda. Sebagai contoh ilmu Aritmatika yang berkembang pertama kali di
Persia ternyata menemukan kegemilangannya di daratan Eropa. Hal ini berarti
bahwa ilmu harus dikomunikasikan dalam berbagai bahasa agar dapat berkembang
dengan baik. Namun begitu terdapat kekurangan
bahasa sebagai alat pengembangan ilmu. Bahasa mengandung ekspresi
emosi,
sehingga ketika diaplikasikan dalam konteks pengembangan ilmu akan mengalami kendala. Hal ini karena bahasa
dalam ilmu pengetahuan harus terbebas dari emosi. Seperti dijelaskan
Suriasumantri (2001:184) bahwa dalam metode ilmiah hanya menggunakan aspek
simbolik dari bahasa.
C. Matematika sebagai Sarana
Pengembangan Ilmu
Menurut Suriasumantri (2003:191) matematika merupakan bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat kubur (pen: kabur), majemuk
dan emosional dari bahasa verbal. Matematika sebagai sarana berpikir deduktif
menggunakan bahasa artifisial, yakni
murni bahasa buatan manusia. Keistimewaan bahasa ini adalah terbebas dari aspek
emotif dan efektif serta jelas terlihat bentuk hubungannya. Matematika lebih
mementingkan kelogisan pernyataan-pernyataannya yang mempunyai sifat yang jelas
(Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2010:107). Ada simbol, lambang, aturan, makna di
dalam matematika serta dalam komunikasi matematis. Simbol matematika memiliki
makna kebahasaan. Lambang merupakan kesepakatan yang untuk menunju suatu makna
atau arti, misalnya pada struktur aljabar, teori grup dan seterusnya.
Sementara itu, matematika menggunakan bahasanya sendiri
untuk menjelaskan matematika (Marsigit, 2015). Sebagaimana dinyatakan Suneetha
dalam Marsigit (2015: 266), matematika diberikan
karena (1) selalu
digunakan dalam segala
segi kehidupan, (2) semua
bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, (3) merupakan
sarana komunikasi yang kuat, singkat dan padat, (4) dapat digunakan untuk
menyajikan informasi dalam berbagai cara, (5) meningkatkan kemampuan berpikir
logis, ketelitian dan kesadaran keruangan, dan (6) memberikan kepuasan terhadap
usaha memecahkan masalah yang menantang. Mengacu pada uraian di atas, matematika memiliki
kedudukan yang penting dalam aktifitas untuk berpikir ilmiah. Tidak
hanya berfungsi untuk mengembangkan ilmu matematika, namun matematika sebagai
bahasa yang digunakan dalam ilmu dan pengetahuan, dan dalam kehidupan
sehari-hari. Matematika dipelajari tentu karena fungsinya
karena matematika 1) sebagai alat untuk memecahkan masalah,
2) mendasari
studi sains dan teknologi, dan 3) alat pembuktian untuk
memodelkan situasi nyata.
Matematika memungkinkan untuk melakukan pengukuran yang
jelas. Untuk membandingkan tinggi dua buah obyek yang berbeda, misal pohon
jagung dan pohon mangga. Dengan bahasa hanya dapat dikatakan bahwa pohon mangga
lebih tinggi dari pohon jagung, tetapi
tidak tahu dengan
jelas berapa perbedaan
tinggi kedua pohon
tersebut.
Dengan matematika maka perbedaan tinggi kedua pohon tersebut dapat diketahui
dengan jelas dan tepat. Misal, setelah diukur ternyata tinggi pohon jagung 3
meter dan tinggi pohon mangga 10 meter, maka dapat dikatakan bahwa pohon mangga
lebih 7 meter dari pohon jagung.
Matematika memberikan jawaban yang lebih eksak dan
menjadikan manusia dapat menyelesaikan masalah sehari-harinya dengan lebih
tepat dan teliti. Matematika sebagai
sarana berpikir deduktif, memungkinkan manusia untuk mengembangkan
pengetahuannya berdasarkan teori-teori yang telah ada. Misal, jumlah sudut
sebuah lingkaran adalah 3600. Dari pengetahuan ini dapat
dikembangkan, seperti besar sudut keliling lingkaran sama dengan setengah besar
sudut pusat jika menghadap busur yang sama.
D.
Logika sebagai Sarana Pengembangan Ilmu
Istilah "logika" berasal dari kata Yunani logo, yang kadang-kadang diterjemahkan
sebagai "kalimat", "wacana", "akal",
"aturan", dan "rasio". Logika sebagai studi tentang
prinsip-prinsip penalaran yang benar. Logika
merupakan kumpulan kaidah-kaidah yang memberi jalan (system) berpikir tertib dan teratur
sehingga kebenarannya dapat diterima oleh orang lain. Logika akan memberi suatu ukuran (norma) yakni suatu anggapan tentang benar dan
salah terhadap suatu kebenaran. Ukuran kebenarannya adalah logis (Sumarna,
2008:141). Logika adalah bidang pengetahuan yang mempelajari tentang asas, aturan, dan prosedur penalaran
yang benar. Dengan istilah lain logika sebagai jalan atau cara untuk memperoleh pengetahuan yang benar (Susanto, 2011:143).
Dipandang dari aspek waktu
dan kecanggihan, logika dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Logika tradisional atau logika naturalis, yaitu cara berpikir yang sederhana yang berdasarkan kodrat atau naluri fitrah manusia yang sejak lahir sudah dilengkapi alat berpikir. Logika tradisional/klasik adalah sistem ciptaan Aristoteles yang berfungsi untuk menganalisa bahasa.
Logika modern atau logika artifisialis yang dipelopori oleh Aristoteles dalam bukunya “Organeri” yang berarti instrumen atau alat untuk berpikir. Logika modern berusaha menerapkan prinsip-prinsip matematik terhadap logika tradisional dengan menggunakan lambang-lambang non-bahasa. Logika artifisialis dibedakan menjadi dua macam yaitu Logika formal yaitu ilmu logika yang mempelajari cara-cara atau pekerjaan akal serta menilai hasil-hasil dari logika formal yang diuji dengan
kenyataan-kenyataan
dalam praktik di lapangan. Logika material mempelajari sumber-sumber
pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya ilmu pengetahuan, yang
kemudian merumuskan metode ilmu pengetahuan itu.
Logika merupakan argumentasi yang nalar ketika digunakan
untuk memandang sebuah fenomena. Setiap ilmu memiliki objek yang khas dibanding
pengetahuan yang tidak tergolong ilmu. Setiap ilmu selalu menggunakan logika tertentu untuk
memperoleh kebenaran. keterkaitan ilmu, logika, dan filsafat tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Semua ilmu memanfaatkan penalaran. Lewat filsafat
ilmu orang dapat berpikir logis tentang masalah yang dihadapi.
Dilihat dari asal/ cara pemerolehannya dibagi
menjadi tiga, yaitu:
1.
Logika alamiah adalah kinerja akal
budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus
sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan- kecenderungan
yang subjektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir. Logika ilmiah
memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika ilmiah menjadi ilmu
khusus yang merumuskan asas-asas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran.
Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau paling tidak
dikurangi.
2.
Logika kodratiah ada pada setiap
manusia karena kodratnya sebagai makhluk rasional. Sejauh manusia itu memiliki rasio
maka ia dapat berpikir. Atau dengan akal budi manusia dapat bekerja menurut
hukum-hukum logika entah secara spontan
atau disengaja. Misalnya manusia dapat berpikir secara spontan atau disengaja.
Misalnya manusia dapat berpikir secara spontan bahwa si A berada dengan si B
atau “makan” tidak sama dengan “tidur”. Jadi tanpa belajar logika ilmiah pun
orang dapat berpikir logis dengan mendasarkan pikirannya pada akal sehat saja.
Contoh yang lain misalnya, seorang pedagang tidak perlu belajar logika ilmiah
untuk maju dibidangnya
3.
Logika ilmiah adalah ilmu praktis
normatif yang mempelajari hukum-hukum, prinsip-prinsip, dan bentuk-bentuk
pikiran manusia yang jika dipatuhi akan membimbing kita mencapai
kesimpulan-kesimpulan yang lurus/sah. Logika ilmiah membentangkan metode yang
menjamin kita bernalar secara tepat/semestinya. Bagaimana menghindari
kekeliruan dan kesesatan dalam berpikir? Namun harus disadari bahwa logika
ilmiah adalah keterangan lebih lanjut atau penyempurnaan atas logika kodratiah.
Dari tiga macam logika itu, selalu memiliki kegunaan untuk
menemukan kebenaran. Logika menawarkan pemikiran analitik dan sintetik untuk
menyusun suatu kebenaran. Ada perbedaan antara kebenaran bentuk dan kebenaran
isi. Logika yang membicarakan tentang kebenaran bentuk disebut logika
bentuk/formal (formal logic) sedangkan logika
yang membahas tentang kebenaran isi disebut logika material (material
logic). Kedua logika berpikir ini saling melengkapi dalam hidup manusia.
Selanjutnya logika formal disebut juga logika minor dan logika material disebut
juga logika mayor. Sebuah argumen dikatakan mempunyai kebenaran bentuk, bila
konklusinya kita tarik secara logis dari premis atau titik pangkalnya dengan
mengabaikan isi yang terkadang dalam argumentasi tersebuut. Yang harus
diperhatikan disitu ialah penyusunan pertanyaan-pertanyaan yang menjadi premis
atau dasar penyimpulan.
Argumen ilmiah mementingkan struktur penalaran yang tepat
atau sahih (valid) sekaligus isi atau maknanya sesuai dengan kenyataan. Dengan
kata lain, kebenaran suatu argumen dari segi bentuk da nisi adalah prasyarat mutlak-conditio sine qua non dalam ilmu
pengetahuan. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa secara apriori
sebuah argument memiliki empat kemungkinan yakni:
1.
Sahih dari segi bentuk tetapi
tidak benar dari segi isi
Misalnya
:“Manusia adalah binatang berkaki empat. Alibaba adalah manusia. Jadi, Alibaba
adalah binatang berkaki empat.”
2.
Tidak sahih dari segi bentuk, tetapi benar dari segi isi
Misalnya
:“Semua ayam mempunyai kaki. Dadang bukanlah ayam. Jadi, Dadang mempunyai
kaki.”
3.
Sahih dari segi bentuk dan benar dari segi isi
Misalnya
:“Kota yang terletak di sebelah utara Roma lebih sejuk daripada Roma. London
adalah kota yang terletak di sebelah utara Roma. Jadi, London lebih sejuk
daripada Roma.”
4.
Tidak sahih dari segi bentuk dan tidak benar dari segi
isi
Misalnya
:“Semua yang lebih ringan daripada batu mengambang dalam air. Air lebihringan
daripada batu. Jadi, betul mengambang dalam air.”
Argumen (1) dan (2) masing-masing terdiri dari premis atau
asumsi dan kesimpulan. Jika asumsi argumen benar, kesimpulan argumen juga harus
benar. Argumen (1) adalah kasus dari
bentuk argumen tertentu yang dikenal sebagai " Premis Mayor ", (2) sebagai premis minor, dan (3)
silogisme. Logika tidak hanya berkaitan dengan
validitas argumen. Logika juga mempelajari konsistensi, dan kebenaran
logis,
dan
sifat sistem logis seperti kelengkapan. Logika merupakan studi tentang
inference (kesimpulan-kesimpulan).
Logika berusaha menciptakan suatu kriteria guna memisahkan
inferensi yang sahih dari yang tidak
sahih. Ini melibatkan penalaran dan penalaran terjadi dengan bahasa. Artinya,
analisis inferensi itu tergantung kepada analisis pernyataan-pernyataan yang
berbentuk premis dan konklusi. Logika sebagai sarana berpikir ilmiah, membuka
kenyataan tentang sahih dan tidaknya informasi sesuai dengan wujud pernyataan
yang mengandung premis dan konklusi.
Seseorang belajar logika
agar bisa lebih mengenal dan membangun argumen yang baik (dalam
filsafat atau disiplin lainnya). Belajar tentang disiplin sistematis
meningkatkan kemampuan seseorang dalam berpikir secara sistematis.
Pikiran manusia pada hakikatnya selalu mencari dan berusaha
untuk memperoleh kebenaran. Karena itu pikiran merupakan suatu proses. Dalam
proses tersebut haruslah diperhatikan kebenaran bentuk dapat berpikir logis.
Kebenaran ini hanya menyatakan serta mengandaikan adanya jalan, cara, teknik,
serta hukum-hukum yang perlu diikuti. Semua hal ini diselidiki serta dirumuskan
dalam logika. Dengan berpikir, manusia mengolah dan mengerjakan pengetahuan
yang telah diperolehnya. Suatu pemikiran disebut lurus dan tepat, apabila
pemikiran itu sesuai dengan hukum-hukum serta aturan- aturan yang sudah
ditetapkan dalam logika. Dengan demikian kebenaran juga dapat diperoleh dengan
lebih mudah dan aman. Semua ini menunjukkan bahwa logika merupakan suatu
pegangan atau pedoman untuk pemikiran.
Menurut Susanto(2011:146), ada tiga aspek penting dalam memahami logika, agar mempunyai pengertian tentang penalaran yang merupakan suatu
bentuk pemikiran, yaitu pengertian, proposisi, dan penalaran.
Pengertian merupakan tanggapan atau
gambaran yang dibentuk oleh akal budi tentang kenyataan yang dipahami, atau merupakan
hasil pengetahuan manusia mengenai realitas. Proposisi atau pernyataan adalah rangkaian dari pengertian-pengertian yang dibentuk
oleh akal budi atau merupakan pernyataan mengenai hubungan yang terdapat diantara
dua buah pernyataan. Penalaran
adalah suatu proses berpikir yang menghasilkan pengetahuan.
Keberadaan ketiga aspek tersebut
sangat penting dalam memahami logika. Dimulai dari membentuk gambaran tentang
obyek yang dipahami, kemudian merangkainya menjadi sebuah hubungan antar obyek, dan terakhir melakukan proses berpikir yang benar untuk menghasilkan pengetahuan. Tiga aspek dalam
logika
tersebut harus dipahami secara bersama-sama bagi siapapun yang hendak memahami dan melakukan
kegiatan ilmiah. Tanpa melalui
ketiga proses aspek logika tersebut,
manusia akan sulit memperoleh dan menghasilkan kegiatan
ilmiah yang benar. Terdapat dua cara penarikan kesimpulan melalui cara kerja logika.
Dua cara itu adalah induktif dan deduktif.
Logika induktif adalah cara
penarikan
kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum
dan rasional. Logika deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari hal-hal
yang bersifat umum rasional menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus sesuai fakta di lapangan (Sumarna, 2008:150). Kedua jenis
logika berpikir tersebut bukanlah dua kutub yang saling berlawanan dan saling menjatuhkan. Kedua jenis logika
berpikir tersebut merupakan dua buah sarana yang saling melengkapi, maksudnya suatu ketika
logika induktif sangat dibutuhkan dan harus digunakan untuk memecahkan suatu masalah, dan pada saat lain yang tidak dapat
menggunakan logika induktif
untuk memecahkan masalah
maka dapat digunakan logika deduktif.
Seseorang yang sedang berpikir tidak
harus menggunakan kedua jenis logika berpikir
tersebut, tetapi dapat
menggunakan satu logika berpikir sesuai dengan kebutuhan obyek dan kemampuan
individunya. Pertimbangkan argumen di bawah ini.
1) Setiap
manusia pasti mati. Bang Toyip adalah manusia. Maka, Bang Toyip pasti mati.
2) Empat
adalah bilangan yang habis dibagi 2. Bilangan yang habis dibagi 2 adalah
bilangan genap. Maka, 4 adalah bilangan genap.
Manfaat Logika antara lain, yaitu: 1) logika menyatakan,
menjelaskan, dan mempergunakan prinsip-prinsip abstrak yang dapat dipakai dalam
semua lapangan ilmu pengetahuan (bahkan seluruh lapangan kehidupan), 2) logika
menambah daya berpikir abstrak dan dengan demikian melatih dan mengembangkan
daya pemikiran dan menimbulkan disiplin intelektual, 3) logika mencegah kita
tersesat oleh segala sesuatu kita peroleh berdasarkan autoritas, emosi, dan
prasangka, 4) Logika – di masa yang sekarang
membantu kita untuk mampu
berpikir sendiri dan tahu
memberakan yang benar dari yang
palsu, dan 5) logika membantu orang untuk dapat berpikir lurus, tepat dan
teratur karena dengan berpikir demikian ia dapat memperoleh kebenaran dan
menghindari kesehatan.
E.
Statistika sebagai Alat Pengembangan Ilmu
Secara etimologi, kata statistik berasal dari kata status
(bahasa latin) yang mempunyai persamaan arti dengan state (bahasa Inggris) yang
dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan negara. Pada mulanya kata statistik
diartikan sebagai “ kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka
(data kuantitatif) maupun yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang
mempunyai arti penting dan kegunaan bagi suatu negara”. Namun pada perkembangan
selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi dengan kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data
kuantitatif saja). Sedangkan menurut Adnan Syarif (2012), statistika adalah
pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data, pengelolaan atau penganalisiannya dan penarikan
kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan penganalisisan yang dilakukan.
Jadi statistika merupakan
sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan untuk mengelolah dan
menganalisis data dalam mengambil suatu kesimpulan kegiatan ilmiah. Untuk dapat
mengambil suatu keputusan dalam kegiatan ilmiah diperlukan datadata, metode
penelitian serta penganalisaan harus akurat. Statistika sebagai sarana berpikir
ilmiah tidak memberikan kepastian namun memberi tingkat peluang bahwa untuk
premis-premis tertentu dapat ditarik suatu kesimpulan, dan kesimpulannya
mungkin benar mungkin juga salah. Langkah yang ditempuh dalam logika induktif
menggunakan statistika adalah: a) observasi dan eksperimen, b) memunculkan
hipotesis ilmiah, c) verifikasi dan pengukuran, dan d) sebuah teori dan hukum
ilmiah.
Untuk dapat mengambil suatu keputusan dalam kegiatan ilmiah
diperlukan data- data, metode penelitian serta penganalisaan harus akurat.
Peluang merupakan dasar dari teori statistika. Konsep statistika sering
dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah
dalam suatu populasi tertentu. Statistika sering digunakan dalam penelitian
ilmiah. Ilmu dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruiji
kebenarannya. Suatu pernyataan ilmiah adalah bersifat faktual, dan
konsekuensinya dapat diuji dengan baik dengan jalan menggunakan panca indra,
maupun dengan mempergunakan alat-alat yang membantu panca indra tersebut.
Pengujian mengharuskan peneliti untuk menarik kesimpulan yang berisifat umum
dari kasus yang bersifat individual/khusus.
Statistika juga memberikan kemampuan untuk mengetahui suatu
hubungan kausalita antara dua atau lebih faktor yang bersifat kebetulan atau
memang benar-benar terkait dalam hubungan yang bersifat empiris. Statistika
merupakan sarana berpikir ilmiah yang diperlukan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah. Statistika
membantu
melakukan proses generalisasi dan menyimpulkan karakterisrtik suatu kejadian
secara lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan karena statistika mampu
memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik,
makin besar contoh atau sample yang diambil maka makin tinggi tingkat
ketelitian kesimpulan tersebut. Dengan demikian statistika mampu memberikan
tingkat ketelitian yang lebih kuantitatif dan akurat.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian bahasan alat perkembangan ilmu di atas
dapat disimpulkan bahwa: Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dalam
rangka mengembangka dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa,
logika, matematika dan statistika.
1. Sarana ilmiah adalah alat yang membantu
kegiatan ilmiah.
2. Bahasa yaitu alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran kepada orang lain.
3. Matematika, yaitu alat atau cara berfikir sebagai proses untuk pengambilan kesimpulan yang didasarkan pada perhitungan yang kebenarannya telah ditentukan.
4. Logika adalah sarana berpikir ilmiah yang mengarahkan manusia untuk berpikir dengan benar sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
5. Statistika merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan secara induktif dan secara lebih seksama.
B. Saran
Ilmu terus berkembang. Oleh karenanya, untuk memperoleh
ilmu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah harus melalui kegiatan
ilmiah. Alat atau sarana ilmiah perlu dikuasai cara pemakaian dan
metode-metodenya untuk mempermudah kegiatan ilmiah dalam tujuannya untuk
mengembangkan suatu ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Jauhari, Imam., dkk. 2020. Filsafat Ilmu.
Yokyakarta: Budi Utomo
Marsigit. 2015. Pengembangan Kurikulum Pendidikan. Yogyakarta:
Media Akademi Nasution, Ahmad Taufik.
2016. Filsafat Ilmu: Hakikat
Mencari Pengetahuan. Yogyakarta:
Deepusblish.
Surajiyo.
2010. Filsafat Ilmu & Perkembangannya
di Indonesia. Jakarta: Bum Aksara. Suriasumantri, Jujun S. 2001. Filsafat
Ilmu Sebuah Pengantar Populer. 2001. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Susanto A. (2011).
Filsafat Ilmu Seuatu Kajian
dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara.
Syarif , Adnan. 2012. “Filsafat - Sarana Berfikir
Ilmiah”, online: (http://filsafat- saranaberfikir-ilmiah.html/,
diakses 16 April 2013)
Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM. 2010. Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan
Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Liberty
_ _ _ _ _ _ _
_ _ _ _ _ _ _ _
_ _ _ _ _ _ _
Download Makalah Filsafat Ilmu Alat Pengembangan Ilmu di sini
Download Presentasi Makalah Filsafat Ilmu Alat Pengembangan Ilmu di sini

No comments